Tampilkan postingan dengan label viral. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label viral. Tampilkan semua postingan

Cerita Pendek:Di Antara Dua Hati

Cerita Pendek:Di Antara Dua Hati
Ilustrasi foto Cerita Pendek:Di Antara Dua Hati (https://pixabay.com/id/illustrations/gadis-bermimpi-mimpi-melamun-sedih-7356696/)



Aku duduk di tepi jendela kafe kecil yang sering kita kunjungi. Aroma kopi memenuhi udara, mengingatkanku pada perbincangan kita yang dulu penuh canda tawa. Sekarang, kafe ini menjadi saksi bisu atas kebingungan dan kekacauan yang melanda hatiku.


Di sinilah tempat aku pertama kali menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda di antara kita, sesuatu yang lebih dalam dari sekadar persahabatan. Aku selalu berpikir bahwa aku mengenalmu luar dalam, namun ternyata tidak. Kau menyimpan rahasia yang akhirnya membuatku terjebak dalam cinta segitiga yang tak pernah kuinginkan.


Kita sering bertemu, berdua saja. Saat itu, aku merasa aman. Dunia serasa menyempit hanya untuk kita. Namun, seiring waktu, perasaan itu berubah. Bukan karena aku ingin, tapi karena kehadiran orang ketiga—dia, seseorang yang datang tanpa aku duga, yang merenggut sebagian dari duniamu yang dulu utuh milikku.


"Kamu tahu, ada hal yang harus aku ceritakan padamu," ucapmu suatu hari dengan nada lembut tapi penuh keraguan. Mata cokelatmu yang biasanya tenang kini tampak gelisah, seolah enggan mengungkapkan sesuatu yang akan mengubah segalanya.


"Apa itu?" tanyaku sambil meneguk kopiku, berusaha terlihat santai meskipun aku merasakan ada sesuatu yang tidak beres.


"Kau tahu, ada seseorang yang... aku pikir, aku mulai jatuh cinta padanya." Kalimat itu meluncur seperti belati tajam, menghujam relung hatiku.


Dadaku terasa sesak. Aku tersenyum getir. "Siapa?"


Mata kita bertemu sesaat sebelum kau menunduk, menghindari pandanganku. "Dia... temanku yang baru, Aksa."


Nama itu seperti petir di siang bolong. Aksa? Teman yang baru saja kau kenalkan beberapa minggu lalu? Aku ingat betapa hangatnya caramu berbicara tentang dia, bagaimana kau tertawa setiap kali menceritakan kisah konyol yang kau alami dengannya. Tapi aku tak pernah berpikir ini akan terjadi. 


Kau melanjutkan, "Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Rasanya salah, tapi aku tak bisa mengabaikannya. Setiap kali aku bersamanya, aku merasa… berbeda."


Seketika, hatiku terasa hancur berkeping-keping, tapi aku berusaha menahan diri. "Dan aku?" tanyaku dengan suara yang lebih rendah dari biasanya.


"Kamu selalu istimewa," jawabmu cepat. "Kamu adalah sahabat terbaikku. Aku tidak bisa kehilanganmu."


Sahabat? Kalimat itu bagai menambah garam di lukaku yang masih basah. Di sini, di antara kopiku yang mulai mendingin dan deru obrolan orang-orang di sekitarku, aku harus menghadapi kenyataan bahwa aku tidak pernah menjadi lebih dari itu bagimu. Aku hanya sahabat—sementara hatiku mendambakan lebih.


***


Waktu berlalu, dan meskipun aku mencoba melupakan percakapan itu, aku selalu merasa ada sesuatu yang berubah. Pertemuan kita tidak lagi sehangat dulu. Kamu seringkali datang dengan pikiran yang melayang jauh, dan tanpa sadar, setiap kali kita berbicara, Aksa selalu menjadi topik pembicaraan yang tak terhindarkan. Aku mulai membenci namanya, membenci bayangan sosoknya yang entah bagaimana telah merenggutmu dariku.


Suatu hari, kau mengajakku bertemu di tempat biasa. Kali ini, aku datang dengan firasat buruk. Perasaanku tidak pernah salah. Ketika aku tiba, kau sudah duduk di sudut kafe, terlihat gusar.


"Aku ingin bicara lagi," katamu tanpa basa-basi. 


Aku duduk di depanmu, bersiap untuk apa pun yang akan kau katakan. "Apa ini tentang Aksa?"


Kamu mengangguk pelan. "Aku merasa bersalah karena tidak jujur padamu. Aku tahu perasaanmu, aku bukan bodoh. Dan aku sangat menghargai persahabatan kita. Tapi semakin lama aku menghabiskan waktu bersamanya, semakin sulit bagiku untuk mengabaikan perasaanku sendiri."


Aku tersenyum getir. "Jadi, apa yang kamu inginkan dari semua ini?"


"Aku ingin semuanya tetap seperti dulu. Aku tidak ingin kehilangan kamu, tapi aku juga tidak bisa membohongi diriku sendiri tentang perasaanku pada Aksa."


Aku menelan ludah, mencoba meredam rasa sakit yang menjalar di seluruh tubuhku. "Kamu tidak bisa memiliki keduanya," kataku dengan tegas, meskipun hatiku hancur saat kata-kata itu keluar dari mulutku. "Jika kamu memilih dia, aku harus pergi. Aku tidak bisa hanya menjadi teman saat aku tahu aku ingin lebih dari itu."


Suasana hening sejenak, hanya ada suara detak jantungku yang bergemuruh di telinga. Kau terdiam, dan di saat itulah aku tahu jawabannya. Kau tidak perlu mengucapkannya. Pilihanmu sudah jelas.


***


Beberapa minggu kemudian, kita jarang bertemu. Kau mulai semakin sibuk dengan duniamu yang baru, dan aku memutuskan untuk menjaga jarak. Aku berusaha menerima kenyataan, meskipun hatiku tak henti-hentinya mempertanyakan mengapa semua ini harus terjadi.


Namun, suatu sore, ketika aku sedang duduk di kafe yang sama, tiba-tiba kau datang. Matamu sembab, wajahmu penuh dengan ekspresi campur aduk antara penyesalan dan kebingungan.


"Kamu baik-baik saja?" tanyaku ragu.


"Aku... Aku sudah putus dengan Aksa," jawabmu pelan, seperti butiran hujan yang jatuh di kaca jendela.


Aku terdiam. Hatiku berdebar. "Kenapa?"


"Aku salah. Aku pikir aku mencintainya, tapi ternyata tidak. Aku bingung, dan aku menyadari bahwa aku telah menyakiti orang yang paling berharga dalam hidupku. Aku menyakiti kamu."


Seketika, amarah dan cinta berkecamuk dalam diriku. Bagaimana bisa kau datang lagi, seolah-olah semuanya bisa kembali seperti semula? "Kamu pikir semuanya akan selesai begitu saja?" tanyaku, suaraku bergetar menahan emosi.


"Aku tahu tidak semudah itu," jawabmu lirih. "Tapi aku ingin mencoba memperbaiki semuanya."


Aku menatapmu dalam-dalam, mencoba mencari jawaban di balik mata cokelatmu yang kini dipenuhi penyesalan. Mungkin aku masih mencintaimu, mungkin tidak. Namun yang aku tahu, cinta yang pernah ada di antara kita takkan pernah sama lagi.


Mungkin cinta segitiga ini tidak akan pernah benar-benar selesai.

Opini:Konflik Israel-Palestina: Lingkaran Kekerasan yang Tak Berujung

Opini:Konflik Israel-Palestina: Lingkaran Kekerasan yang Tak Berujung ilusi foto https://pixabay.com/id/photos/pria-bendera-palestina-merokok-6860636/

Konflik antara Israel dan Palestina telah berlangsung selama lebih dari tujuh dekade, dan sayangnya, tidak menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Ini adalah salah satu konflik paling kompleks dan berdarah di dunia modern, mengakar pada sejarah panjang ketegangan, ketidakadilan, dan kekerasan. Namun, di balik kisah lama ini, terletak pertanyaan penting: Mengapa konflik ini terus berlanjut, dan siapa yang bertanggung jawab?


Dari sudut pandang kemanusiaan, penderitaan rakyat Palestina sulit diabaikan. Mereka adalah korban langsung dari pendudukan, pengusiran, dan pembatasan yang ekstrem. Blokade Gaza yang dilakukan Israel telah menjadikan wilayah itu sebagai "penjara terbuka terbesar di dunia," di mana dua juta orang hidup dalam kondisi kemiskinan dan kekurangan yang mencekik. Blokade ini membatasi akses ke makanan, air bersih, dan listrik, serta menghancurkan perekonomian lokal. Di Tepi Barat, kebijakan permukiman Israel telah mempersempit ruang gerak warga Palestina, menciptakan ketegangan yang semakin memanas setiap harinya.


Tetapi apakah hanya Israel yang harus disalahkan? Beberapa pihak mengatakan bahwa kelompok-kelompok bersenjata Palestina seperti Hamas juga berperan dalam memperpanjang konflik ini. Roket-roket yang ditembakkan dari Gaza ke wilayah Israel, sering kali dengan target acak, tidak hanya melanggar hukum internasional tetapi juga menciptakan ketakutan dan ketidakamanan bagi warga sipil Israel. Hamas sering kali menggunakan strategi ini dengan dalih membela rakyat Palestina, tetapi pada kenyataannya, setiap kali mereka melancarkan serangan, balasan dari Israel sering kali jauh lebih brutal, menewaskan ribuan warga sipil Palestina yang tak berdosa.


Dari sudut pandang politik, konflik ini mencerminkan kegagalan diplomasi internasional. Berbagai inisiatif perdamaian telah dilakukan, mulai dari Kesepakatan Oslo pada 1993 hingga proposal terbaru dari Amerika Serikat, tetapi semua upaya tersebut gagal membawa perdamaian yang berkelanjutan. Israel, dengan dukungan kuat dari sekutu-sekutu utamanya, terutama Amerika Serikat, terus menerapkan kebijakan yang mendukung aneksasi wilayah Palestina. Pembangunan permukiman di Tepi Barat, yang oleh banyak pihak dianggap sebagai pelanggaran hukum internasional, terus berlanjut. Para pemimpin Israel sering kali memanfaatkan konflik ini untuk keuntungan politik dalam negeri, menggalang dukungan dari kelompok-kelompok ultra-nasionalis dan ekstremis.


Di sisi lain, Palestina, yang terbagi antara kekuasaan Fatah di Tepi Barat dan Hamas di Gaza, gagal menciptakan kesatuan nasional yang kuat. Pertikaian internal ini melemahkan posisi mereka di panggung internasional dan mengurangi peluang untuk menggalang dukungan global secara efektif. Kelompok-kelompok politik Palestina sering kali lebih fokus pada persaingan kekuasaan internal daripada mencari solusi yang nyata untuk rakyat mereka.


Lalu, apa peran dunia internasional? Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengeluarkan banyak resolusi yang mengecam kebijakan Israel, tetapi sebagian besar resolusi tersebut diabaikan begitu saja. Negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, memainkan peran kunci dalam mempertahankan status quo ini. Dukungan finansial, militer, dan diplomatik dari Amerika Serikat memungkinkan Israel melanjutkan kebijakannya tanpa khawatir akan sanksi internasional. Setiap kali ada pembicaraan tentang perdamaian, tekanan yang lebih besar selalu ditempatkan pada Palestina untuk menyerah pada tuntutan Israel, sementara pelanggaran oleh Israel sering kali dibelokkan atau diabaikan.


Namun, kritik terhadap Israel bukan berarti membenarkan semua tindakan Palestina. Serangan roket dari Hamas, serta taktik gerilya yang sering kali menempatkan warga sipil sebagai tameng, hanya memperburuk situasi. Sebagian besar warga Palestina adalah korban dari tindakan pemerintah mereka sendiri yang korup dan tidak efisien. Hamas, misalnya, lebih tertarik untuk mempertahankan kekuasaannya di Gaza daripada benar-benar meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Mereka menggunakan retorika perlawanan dan martir untuk membenarkan kekerasan, yang pada akhirnya justru membenarkan tindakan militer Israel.


Dari sudut pandang moral, konflik ini menunjukkan krisis kemanusiaan yang mendalam. Setiap kali serangan terjadi, baik dari Israel maupun Palestina, selalu ada korban di kedua belah pihak. Anak-anak Israel yang hidup dalam ketakutan akibat sirene serangan udara tidak berbeda dengan anak-anak Palestina yang tinggal di reruntuhan rumah mereka setelah serangan balasan Israel. Kehidupan di bawah bayang-bayang kekerasan dan kematian telah menjadi bagian dari rutinitas sehari-hari bagi kedua belah pihak, sebuah kenyataan yang sangat suram.


Dunia internasional sering kali terlalu lamban dalam bertindak. Banyak negara-negara Barat yang tetap bungkam karena alasan geopolitik dan ekonomi. Mereka enggan mengecam Israel secara terang-terangan karena takut merusak hubungan diplomatik dan perdagangan. Di sisi lain, negara-negara Arab sering kali menggunakan retorika anti-Israel sebagai alat politik untuk meraih dukungan rakyat, namun pada kenyataannya tidak berbuat banyak untuk membantu Palestina secara konkret.


Apa yang harus dilakukan untuk memecah kebuntuan ini? Pertama-tama, harus ada kesadaran global bahwa solusi kekerasan tidak akan pernah menyelesaikan masalah ini. Israel harus segera menghentikan kebijakan permukimannya dan mematuhi hukum internasional, sementara Palestina harus menghentikan aksi kekerasan yang merugikan upaya perdamaian. Diplomasi internasional harus lebih serius dan adil dalam menengahi konflik ini, tanpa keberpihakan yang membutakan pada salah satu pihak.


Pada akhirnya, konflik Israel-Palestina bukan hanya soal tanah atau agama. Ini adalah konflik yang menyentuh aspek dasar dari kemanusiaan: hak untuk hidup, kebebasan, dan martabat. Dan selama dunia tetap diam atau bertindak setengah hati, lingkaran kekerasan ini akan terus berputar, menelan lebih banyak korban dari generasi ke generasi.

Ada Apa Dengan Arhan Pratama?

Arhan p
https://www.google.com/search?q=berita+tentang+arhan+di+selingkuhin&sa=X&sca


 Berita mengenai dugaan perselingkuhan Azizah Salsha, istri dari pemain sepak bola Timnas Indonesia Pratama Arhan, tengah menjadi topik panas di media sosial. Isu ini bermula ketika Azizah dikabarkan memiliki hubungan dengan Salim Nauderer, yang juga dikenal sebagai mantan pacar selebritas Rachel Vennya

Kabar tersebut mulai viral pada Agustus 2024 dan menimbulkan banyak reaksi dari publik, termasuk selebriti seperti Fuji dan Rachel Vennya, yang turut angkat bicara. Rachel Vennya bahkan memberikan sindiran melalui komentar Instagram Azizah, menggunakan emoji ular dan mengunggah foto yang diiringi lagu "Traitor" oleh Olivia Rodrigo, yang menyinggung tentang pengkhianatan


Tengah ramainya isu ini, tersebar kabar bahwa Pratama Arhan telah menjatuhkan talak tiga kepada Azizah Salsha. Namun, berita ini belum dikonfirmasi secara resmi dan hanya beredar dalam bentuk tangkapan layar dari percakapan seseorang di media sosial. Meskipun demikian, Pratama Arhan tetap menunjukkan profesionalismenya dengan terus melaksanakan tugas di Timnas Indonesia di bawah asuhan pelatih Shin Tae-yong, meskipun isu ini mengganggu kehidupan pribadinya.


Azizah Salsha sendiri belum memberikan pernyataan resmi terkait tuduhan ini, dan banyak pihak yang menunggu klarifikasi dari keduanya. Sementara itu, PSSI melalui Ketua Umum Erick Thohir menyatakan akan mendampingi Arhan dan memastikan isu pribadi tersebut tidak mempengaruhi performa sang pemain di tim nasional


Meski demikian, reaksi publik terus beragam, dengan dukungan untuk Arhan membanjiri media sosial. Penggemar berharap agar isu ini bisa segera terselesaikan dan tidak memengaruhi karier maupun kehidupan pribadinya.

PUISI:KERINDUAN RINTIK HUJAN

  PUISI:KERINDUAN RINTIK HUJAN (https://pixabay.com/id/photos/hujan-jalan-kota-pelabuhan-1479303/) Hujan menari di atas jendela, rintiknya...