Tampilkan postingan dengan label puisiromantis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label puisiromantis. Tampilkan semua postingan

PUISI:KERINDUAN RINTIK HUJAN

 

PUISI:KERINDUAN RINTIK HUJAN (https://pixabay.com/id/photos/hujan-jalan-kota-pelabuhan-1479303/)


Hujan menari di atas jendela,
rintiknya menyapa dengan lembut,
seperti bisikan rindu yang terpendam,
menyentuh hatiku dengan lembut.

Setiap tetes yang jatuh,
adalah jejakmu yang hilang di waktu,
mengingatkanku pada senyum yang dulu,
yang kini hanya ada dalam mimpi.

Hujan, bawa aku kembali ke pelukanmu,
bawa aku menelusuri jalan yang pernah kita lalui,
di mana setiap langkah kita penuh tawa,
sekarang hanya ada sepi dan bayanganmu.

Kau tahu, dalam diam aku merindukanmu,
di setiap rintik yang menari,
aku merasa ada bisikanmu yang hilang,
seperti angin yang membawa namamu,
meski tak pernah kembali.

Aku menutup mata,
dan hujan mengalirkan kenangan,
tentang saat kita berlari bersama,
di bawah langit yang menatap kita dengan penuh janji.

Namun kini, hanya rintik yang menemani,
dalam hening yang menyelubungi hati,
kerinduanku yang tak pernah padam,
terpatri dalam setiap tetes hujan ini.

Oh, betapa ingin kutemui kamu,
di bawah hujan ini, dalam sunyi,
seperti dulu, kita berdua—
rintik hujan dan kerinduan, saling mengisi.

 



(untuk siapapun itu yang dulu sempat ada dalam serangkaian buku harian namun kini sudah hilang tanpa kabar.terima kasih)

Puisi Romantis:Cinta di Bulan Ramadan

ilusi foto cinta bulan ramadan


 

Di bawah cahaya rembulan yang redup, 

aku temukan cinta dalam doa yang khusyuk.

Di antara gemuruh takbir yang syahdu,

 kau hadir bagai bisikan rindu.

Ramadan membawa cahaya ke dalam hati, 

menjernihkan segala gundah yang pernah pergi.

Aku mengenalmu bukan dalam tatapan,

 namun dalam sujud dan ketulusan harapan.

Dalam malam-malam sunyi bertabur doa, 

kita saling menyebut nama di hadapan-Nya. 

Tak perlu genggaman,

tak perlu sentuhan, kita bersama dalam ikatan keimanan.

Seperti embun yang jatuh di ujung subuh, 

cintaku padamu tak riuh namun utuh.

 Bukan karena rupa, bukan karena dunia, 

melainkan karena-Nya yang mempertemukan jiwa.

Sahur yang kita jalani dalam kesederhanaan, 

mengajarkan arti cinta dalam keikhlasan.

 Berbuka dalam sujud dan syukur mendalam,

menyadarkan bahwa cinta adalah tentang keteguhan.

Kau adalah doa yang kusisipkan dalam malam, 

yang kusebut lirih dalam setiap salam.

Jika Ramadan adalah pertemuan hati,

 maka semoga Syawal menjadi saksi janji.

Aku mencintaimu dalam sebaik-baiknya cara, 

dalam doaku, dalam imanku, dalam takdir-Nya. 

Bulan suci ini mengajarkan arti,

bahwa cinta sejati selalu kembali pada Ilahi.



(entah foto siapa yang saya ambil,entah perasaan apa yang saya simpan,tapi terima kasih banyak kau tetap menjadi ruang sunyiku,menjadi inpirasi di setiap tulisanku,aku masih teringat pada kado terakhirmu yang hingga kini masih tersimpan rapi,terima kasih untuk semuanya dimanapun kau berada,aku berharap tulisan ini muncul di beranda ponselmu dan kau membacanya dengan khidmat)

Puisi:Dalam Hujan Aku Mengenangmu

 

Puisi:Dalam Hujan Aku Mengenangmu
Ilustrasi gambar Puisi:Dalam Hujan Aku Mengenangmu (pixabay.com)

Di balik tirai hujan yang menderu  

ada kisah yang tak pernah berlalu.  

Rintik-rintik itu mengetuk hati,  

mengingatkanku pada sepi yang tak henti.  


Kau hadir dalam tiap tetes yang jatuh,  

seperti embun di pagi yang penuh jenuh.  

Kala hujan turun, aku kembali merindu,  

pada hadirmu yang kini entah di mana berlalu.  


Hujan adalah pertemuan kita yang abadi,  

suara gemericiknya seperti suara hati,  

yang pelan-pelan mengalirkan luka,  

namun juga menyembuhkan rindu yang ada.  


Setiap deras, setiap titik,  

membawaku jauh ke masa lalu yang klasik,  

saat kita duduk di bawah langit kelabu,  

berbagi tawa, cerita, dan rindu.  


Kini hujan datang tanpa tawamu,  

namun kenangan itu masih kerap menghibur pilu.  

Kau yang pernah memeluk dalam keheningan,  

meninggalkan jejak yang takkan hilang dalam ingatan.  


Rinainya mengaburkan batas antara realita dan mimpi,  

di dalamnya, aku menemukanmu kembali.  

Mengulang kisah yang pernah kita rajut,  

meski kini kau hanya bayang di sudut kalbu yang larut.  


Andai bisa, ingin kurengkuh dirimu di antara butiran ini,  

menghapus jarak dan waktu yang kini menghampiri.  

Namun takdir tak bisa kuhentikan,  

kau pergi membawa bagian hatiku yang takkan tergantikan.  


Dalam derasnya, kuucapkan selamat tinggal,  

pada kenangan yang kini berangsur pudar,  

tapi tetap tinggal dalam relung yang teramat dalam,  

seperti hujan, kau abadi dalam ingatan yang takkan tenggelam.  


Maka biarlah hujan jadi saksiku malam ini,  

menyampaikan rinduku yang tak bertepi.  

Di tiap rintiknya, kusisipkan namamu,  

sebagai pesan cinta yang tak pernah berlalu.  


---


Semoga puisi ini bisa mewakili tema yang diinginkan.

Puisi:Bango untuk pesta perkawinanmu

 



ini bango hitam gurih itu,

aku persembahkan untuk pesta perkawinanmu,

untuk kau hidangkan pada tamu undangamu,

kau waras bukan main,

yang gila adalah cinta kita berdua,

kau berjanji kita akan bertemu Kembali,

namun kau pergi menghilang tanpa permisi,

 


waktu silir berganti dan kau datang lagi,

namun bukan menjadi kekasih

melaikan sebagai orang asing yang menising hati,

kau memberiku sepucuk surat yang terbungkus rapi,

dengan pita merah merona.

Ada Namamu dan Namanya yang Bersiap untuk mengikat janji suci.

 

Sebab itu,

Aku persembahkan kecap bango hitam gurih,

Untuk pesta perkawinanmu,

Dengan resep nasi goreng hitam itu,

Dengan bahan 300gram nasi putih,25gram bumbu putih,

1 pcs telur ayam,20gram minyak goreng,30gram ayam siwur,

20gram bango hitam,4gram garam.

Itu sudah cukup mengenyangkan perut tamu undanganmu,

Rasanya yang gurih tertatih,

Seperti dahulu kita membayangkan cinta kita akan bersemi abadi,

Warna hitamnya begitu pekat sepekat perih yang kau buat,


 

Namun kini kisah hanyalah kisah

yang patut di syukuri keberadaanya,

dan aku Kembali melangkah meninggalkan pesta perkawinanmu,

menyusuri Lorong penuh gemericik kerinduan,

dan dalam hati terus berdo’a  agar namamu dan Namanya

tetap abadi selamanya

Kumpulan Puisi Paling Romantis Tentang Rindu

Kumpulan Puisi Paling Romantis Tentang Rindu
Kumpulan Puisi Paling Romantis Tentang Rindu https://pixabay.com/id/photos/pantai-pasangan-matahari-terbenam-7087722/



"Rindu yang Tak Berbisik"


Dalam sepi malam, ku titipkan rindu,  

Pada angin yang melintasi sunyi  

Menyentuh jendela hati,  

Tanpa suara, tanpa isyarat yang pasti.


Rinduku diam, namun tak pernah mati,  

Mengalir halus seperti sungai di dada  

Yang tak henti-hentinya membawa kenangan,  

Tentang tatapanmu yang pernah singgah.


Kau jauh, bagai bintang di langit senja,  

Namun sinarmu tetap hadir di benakku,  

Menghiasi cakrawala rasa  

Yang tak pernah bisa kusentuh.


Aku menahan segala bisik dan getar  

Dalam pertemuan yang tak pernah terjadi,  

Karena rindu ini tak akan pernah usai,  

Meski tak terucap, meski tak terdengar. 


Di antara waktu yang mengulur jarak,  

Kau tetap ada dalam pikiranku,  

Bersemayam diam di sudut kalbu,  

Tempat rindu tumbuh tanpa tahu kapan berhenti.




"Rindu yang Tak Tersuarakan"


Ada rindu yang tak sempat mengucap kata,  

Ia tumbuh dalam sunyi, meniti malam tanpa suara.  

Seperti embun yang jatuh diam-diam,  

Menyentuh rumput, lalu hilang dalam cahaya pagi.  


Dalam hatiku, kau adalah bayangan yang setia,  

Berjalan bersama detik, menyusup di sela udara.  

Aku menghirupmu tanpa sadar,  

Tapi tak pernah mampu memanggil namamu dengan lantang.  


Setiap malam, aku menulis puisi di langit,  

Mencari jejakmu di antara bintang-bintang,  

Namun rindu ini tak ingin menyakiti,  

Ia memilih membisu, tersimpan dalam ruang tanpa penghuni.  


Jika diam adalah bahasa cinta,  

Maka biarlah aku mencintaimu dalam sunyi.  

Rindu ini abadi, meski tak pernah terucap,  

Tertinggal di dalam dada, menjadi rahasia yang tak terjamah.  



"Rindu dalam Diam"


Dalam sepi yang tak kunjung pudar,  

kubiarkan rinduku menari di sudut senja,  

tak tersampaikan, tak terucap,  

hanya berbisik pada angin malam.


Ada namamu yang terukir di langit malam,  

di antara bintang yang redup,  

namun bibirku kelu,  

tertahan di pusaran waktu yang diam.


Setiap detak, setiap hela nafas,  

hanya rindu yang bernyanyi dalam kalbu,  

tanpa suara, tanpa kata,  

terkunci rapat di dalam dada.


Kukenang senyummu dalam diam,  

seperti hujan yang turun pelan,  

membasahi tanah tanpa gemuruh,  

hanya sunyi yang tahu betapa aku merindu.


Aku menunggumu di batas angan,  

di ruang antara mimpi dan harapan,  

namun rindu ini, sayang,  

tetaplah rindu yang tak pernah terucap.


Dan aku,  

adalah kekasih yang mencintaimu dalam diam,  

menyulam rindu dalam bayang-bayang,  

tanpa akhir, tanpa jeda,  

seperti senja yang tak pernah berkata.



"Rindu yang Tak Terucap"


Di dalam senyap, aku merangkai rindu,  

Menarikan hasrat di ujung malam kelabu.  

Dalam bayang, wajahmu melintas perlahan,  

Menyisakan desir halus yang tak pernah padam.


Kata-kata terkurung di ujung bibir,  

Tersesat dalam jantung, terikat tak berakhir.  

Ingin ku sampaikan, tapi aku hanya diam,  

Biarlah rasa ini mengalir seperti hujan, diam-diam.


Kau jauh, namun dekat di setiap detak,  

Rinduku memelukmu, meski tanpa jejak.  

Aku menyimpan bayanganmu dalam sepi,  

Seperti ombak yang tak henti mencumbu tepi.


Oh, betapa ingin kuteriakkan rindu ini,  

Tapi takut, jika angin membawanya pergi.  

Dan akhirnya, biarlah cinta ini tak tersampaikan,  

Seperti langit yang mencintai bintang, dari kejauhan.

Kumpulan Puisi Romantis

 

ilusi gambarkumpulan puisi
Ilusi gambar kumpulan puisi romantis
(https://pixabay.com/id/vectors/patah-hati-sedih-depresi-jantung-7182718/)

Keping Hati yang Terkoyak


Dalam hening malam yang pekat,  

Aku menyulam kenangan dari sisa-sisa perasaan,  

Merajut mimpi yang pernah kita anyam,  

Di antara bintang-bintang yang meredup pelan.  


Kau adalah bayang yang selalu kupuja,  

Namun kini kau pergi, menyisakan luka,  

Seperti angin yang mencuri nyawa,  

Hilang tanpa jejak, tanpa suara.  


Cintaku padamu bak lautan tak bertepi,  

Tapi kau memilih tenggelam dalam arus lain,  

Meninggalkanku terombang-ambing sepi,  

Di samudra rindu yang tak pernah berakhir.  


Bagaimana bisa kutemui pagi tanpa senyummu,  

Saat embun masih menyimpan sisa air mataku?  

Bagaimana bisa kulewati hari tanpa bayangmu,  

Jika setiap detik adalah gemuruh rindu yang pilu?  


Aku berdiri di ambang senja yang meratap,  

Mencari serpihan cinta yang terburai,  

Namun hanya bayanganmu yang singgah,  

Menghancurkan harap, mengoyak damai.  


Hati ini, sayang, telah kau buat layu,  

Bagai mawar merah yang tak lagi merekah,  

Kau bawa pergi cintaku, namun tak pernah tahu,  

Bahwa dalam ketiadaanmu, hidupku luruh, merekah.  


Aku terjebak dalam lingkaran kenangan,  

Yang tak pernah ingin kau kenang lagi,  

Tapi cintaku padamu, meski dalam kepedihan,  

Akan tetap abadi, di antara serpihan mimpi.




Simfoni Hati yang Merana


Dalam dekapan malam, kutemukan sepiku,  

Terdengar bisikan sunyi dari celah angin pilu.  

Kau, yang pernah menjadi bintang di langitku,  

Kini hanya bayang kabur di tepian rinduku.


Dulu, hatiku berkelana di samudra cintamu,  

Mengarungi gelombang, tak takut terhempas badai.  

Namun kini, perahu kecilku terdampar,  

Di pantai sepi, tanpa jejak langkahmu.


Di setiap hembusan nafas, ada namamu,  

Menyelinap dalam sunyi, menggema dalam hampa.  

Cintaku yang tak tersentuh, terbuang sia-sia,  

Seperti embun yang mencair sebelum mentari tiba.


Oh, betapa aku merindukan tatapmu,  

Yang dahulu menyulut api di dadaku.  

Namun, api itu kini padam, tertelan waktu,  

Meninggalkan hanya abu, bekas cinta yang rapuh.


Kau, kekasih yang kini jauh di angan,  

Menghilang dari genggamanku, hilang dari pandang.  

Aku terperangkap dalam labirin kenangan,  

Mencari jejak cinta yang tak lagi pulang.


Seandainya bisa, ingin kuhapus segala ingatan,  

Namun tiap luka ini justru terukir lebih dalam.  

Cintaku masih bernyawa, meski merana,  

Dalam sunyi yang menggigit, aku terpuruk dalam duka.


Kini aku berjalan sendirian,  

Dalam dunia yang dulu kau terangi.  

Tanpamu, setiap langkah terasa beban,  

Seperti mimpi yang terbangun di pagi buta,  

Kehilangan arah, kehilangan makna.




Di Reruntuhan Cinta


Di malam pekat, aku terjaga,  

Mengais kenangan di sela-sela asa,  

Wajahmu, bayang-bayang tak teraba,  

Hadir dalam sepiku yang hampa.


Cinta yang pernah kau tabur di dadaku,  

Kini layu, berguguran tanpa isyarat,  

Bagai bunga yang mati sebelum mekar,  

Tertinggal hanya tangkai, berduri tajam.


Kata-kata manis yang kau ucapkan,  

Kini menjadi bisikan pilu dalam mimpiku,  

Setiap janji yang kau berikan,  

Tenggelam dalam lautan air mata biru.


Aku menanti di ujung sunyi,  

Namun harapanku memudar,  

Cinta ini terhempas di pantai sepi,  

Tersapu ombak, hilang tak terselamatkan.


Kau adalah puisi yang kutulis di atas pasir,  

Lenyap sebelum sempat terbaca,  

Kini aku hanya penyair yang terluka,  

Menggoreskan kesedihan dalam sajak tanpa suara.


Di reruntuhan cinta yang kau tinggalkan,  

Aku berdiri, menggenggam rindu yang tak pernah terjawab,  

Hati ini, biarlah hancur dan remuk,  

Sebab dari reruntuhan, akan lahir kekuatan yang baru.


Puisi cinta:Rindu yang Tak Terucap

Rindu yang Tak Terucap
Ilusi foto Puisi cinta:Rindu yang Tak Terucap


Rindu ini adalah hujan di musim kemarau,  

Mengalir di setiap sudut hati yang hampa,  

Seperti langit yang menunggu senja datang,  

Aku menantimu dalam sunyi yang tak berkesudahan.  


Di malam yang lengang, bulan pun pudar,  

Bintang-bintang seakan berbisik tentangmu,  

Setiap detik adalah langkah menuju kenangan,  

Dimana senyummu menjadi pelipur lara.  


Kutulis namamu di tiap helai angin,  

Di antara bisikan daun dan gemerisik malam,  

Suaranya melengkung di langit hatiku,  

Menciptakan simfoni yang hanya bisa kudengar.  


Rindu ini, sayang, adalah puisi tak berjudul,  

Diwarnai oleh mimpi-mimpi tanpa ujung,  

Seperti ombak yang tak lelah mengejar pantai,  

Aku mengejarmu dalam benakku yang tak pernah usai.  


Tiada kata yang cukup untuk menggambarkan,  

Seberapa dalam rindu ini mengakar,  

Hanya hati yang tahu dan malam yang paham,  

Bahwa setiap detik tanpamu adalah penantian abadi.  


Aku menanti, seperti mawar menanti embun pagi,  

Seperti matahari menanti ufuk terbit,  

Rindu ini adalah bayangmu yang selalu ada,  

Meski jauh, namun hatimu tak pernah hilang dari rasa.



KUMPULAN PUISI SEPTEMBER PALING ROMANTIS

 September yang Tercabik

ilusi photo September yang Tercabik
ilusi foto puisi september yang tercabik
https://pixabay.com/id/photos/penari-tarian-pasir-pantai-menari-5576002/


Di ambang September yang temaram,  

Bulan memancar sinar kesepian,  

Terlukis pada langit yang muram,  

Hati ini terasa perih dalam diam.


Angin malam menyusup hampa,  

Membawa rindu yang tak berbalas,  

Seperti daun yang gugur tanpa suara,  

Jatuh, terpisah, hilang, dan tak terbatas.


Kenanganmu datang mengusik malam,  

Seperti hujan yang tiba-tiba deras,  

Menyelimuti jiwa dengan kesedihan kelam,  

Meninggalkan luka yang tak pernah terbebas.


Kau yang pernah menjadi pelabuhan,  

Kini hanya bayang yang tak terjangkau,  

Seperti mimpi yang usang dan terlupakan,  

Tinggalkan jejak luka di setiap langkah ini.


September, bulan cinta yang terkoyak,  

Menyisakan air mata di setiap sudut,  

Semua janji yang dulu terucap,  

Kini hancur seperti debu yang terhempas.


Dalam kegelapan, aku mencoba bertahan,  

Meski tanpa hadirmu, terasa berat.  

Namun, September tak memberi belas kasihan,  

Menyisakan hati yang retak, tersayat.


Oh, September, bulan penuh duka,  

Di sinilah cinta kita berakhir,  

Dalam kesunyian, aku mengeja luka,  

Dan mengenangmu dalam kesedihan yang tak pernah pudar.



Di Bawah Langit September

ilusi foto Di Bawah Langit September
Ilusi foto puisi dibawah langit septembr
https://pixabay.com/id/photos/aptos-dermaga-semen-hari-kelabu-296159/


Di bawah langit September yang pucat,  

Waktu seakan berjalan pelan,  

Langkah-langkah kenangan mengukir jejak,  

Di jalan sunyi yang pernah kita tempuh bersama.  


Di daun-daun yang gugur, ku temukan sisa-sisa rindu,  

Berguguran perlahan seperti harapan yang pudar,  

Aku meraba bayanganmu di setiap sudut malam,  

Namun yang tersisa hanya dinginnya sepi yang merangkul.  


Hatiku retak, seperti kaca yang pecah tanpa suara,  

Kata-kata yang dulu manis, kini hanya menyisakan pahit,  

September ini, kau hilang tanpa jejak,  

Menyisakan luka yang tak kunjung sembuh.  


Apakah cinta pernah benar-benar ada,  

Ataukah hanya bayang-bayang yang bermain di antara kita?  

Setiap malam aku bertanya pada bintang,  

Namun mereka bisu, menyimpan rahasia yang tak terungkapkan.  


Di ujung senja yang muram, ku kenang senyummu,  

Senyum yang dulu menghangatkan, kini menjadi dingin,  

Seperti angin malam yang membawa pergi sisa-sisa mimpi,  

Mimpi yang dulu kita rangkai dengan penuh harapan.  


Kini aku berdiri sendiri, di bawah langit September,  

Merangkul sepi yang kau tinggalkan,  

Menanti waktu yang akan menyembuhkan,  

Meskipun luka ini tak pernah benar-benar hilang.  


Namun aku tahu, meski perih, aku akan kuat,  

Seperti bulan yang tak pernah hilang meski tertutup awan,  

Aku akan bertahan, meski tanpa hadirmu,  

Karena di balik awan, aku yakin,  

Ada sinar yang menunggu, untuk menyapaku kembali.  


Di bawah langit September ini,  

Aku belajar melepaskan,  

Bukan karena aku tak mencintaimu lagi,  

Tapi karena aku tahu, cinta sejati tak pernah memaksa.  


Kau pergi, dan aku akan belajar untuk berdamai,  

Dengan luka, dengan kenangan, dengan kehilangan,  

September ini menjadi saksi,  

Bahwa meski hati patah, jiwa tetap akan terbang.



Sepi di Bulan September

Sepi di Bulan September
Ilusi foto puisi sepi di bulan september
https://pixabay.com/id/photos/buku-catatan-kacamata-bepergian-1130743/


Di bulan September yang muram,  

angin membawa rindu yang terluka,  

hujan datang perlahan, seperti air mata  

jatuh di atas daun yang rapuh,  

meresap ke dalam tanah yang kering.  


Ada kesedihan yang mengendap di ujung senja,  

di mana bayang-bayang kenangan  

bermain di antara sisa cahaya,  

menggenggam janji yang tak lagi nyata.  

Kau pergi bersama angin,  

meninggalkan jejak langkah yang perlahan memudar.  


Malam terasa lebih panjang,  

bulan seakan enggan menatap bumi,  

bersembunyi di balik awan kelabu.  

Hanya bintang-bintang yang bersinar redup,  

menyaksikan hati yang tak lagi utuh,  

pecah berkeping-keping di bawah langit yang sama.  


September datang, membawa dingin yang menusuk,  

menggugurkan daun-daun harapan,  

mengubur impian yang pernah kita rajut.  

Rindu menjadi duri dalam daging,  

menghantui setiap detik yang berlalu,  

sementara bayanganmu masih ada di setiap sudut.  


Mungkin kau tak akan pernah tahu,  

betapa perihnya menatap senja,  

ketika semua yang tersisa hanya kenangan,  

dan bulan September yang penuh luka.  

Aku tetap di sini, dalam sepi yang tak bertepi,  

berharap waktu bisa menyembuhkan,  

meski tahu, luka ini akan selalu meninggalkan bekas.

PUISI ROMANTIS "TENTANGMU"


https://pixabay.com/id/photos/
ilusi photo (https://pixabay.com/id/photos/)


Pernahkah kau ada
di mana hidupmu begitu teratur,
melakukan segala rutinitas
dengan seragam berharap semua
berjalan degan semestinya,
namun seseorang datang.memporak porandakan hidupmu
dengan teka teki yang masih misteri.

Semestaku sebelum kau datang
adalah repitisi yang membosankan.
aku tak tau bagaimana menghargai mentari
yang membuka plopak pelopak pagi
aku tak tau cara mensiasati rintik hujan
yang menghantarkan kerinduan
aku tak faham mana kalimat indah di bait puisi,
aku lupa bahwa kita diciptakan lebih besar,
dari sekedar rutinitas
dan cinta sepatutnya menjadika kita tetap melangkah.
garis besarnya aku lupa cara menjadi manusia.
Dan kemudian kau datang

Kau menjadi seseorang yang aku agum agumkan.
dengan caramu termanis
kau menuntutku untuk menjalan rutinitas
dengan iklas,dan sabar mensyukuri
segala hal yang cepat atau lambat akan berakhir.
Maka,izinkan aku mensiasatimu,menulis
tentangmu,meski aku tak tau suratku
tersampaikan di sisi ranjangmu atau terdampar
di perjalanan menuju rumahmu.
izinkan aku menulis perjalanan kita.
agar kau dan aku tak lupa
di antara pertemuan dan perpisahan,
pagi pernah dipenuhi repitis,
senja pernah di penuhi bait puisi
dan malam pernah di penuhi senyuman.
dan tangan kita pernah saling menguatkan
di antara pertemuan dan perpisahan
kita pernah berjuang menyatukan perbedaan.
meski di akhiri saling mengiklaskan.
kau dan aku pernah menjadi kita.





Hidup yang tak di perjuangkan,maka
tak pernah di kisahkan”



PUISI:KERINDUAN RINTIK HUJAN

  PUISI:KERINDUAN RINTIK HUJAN (https://pixabay.com/id/photos/hujan-jalan-kota-pelabuhan-1479303/) Hujan menari di atas jendela, rintiknya...