Cerita Pendek:Di Bawah Langit yang Sama to Indonesia
Cerita Pendek:Di Bawah Langit yang Sama to Indonesia(https://pixabay.com/id/photos/jalan-kota-rakyat-malam-perkotaan-7752940/)
Kita selalu percaya bahwa langit adalah satu-satunya saksi yang setia. Ia terbentang tanpa batas, menghubungkan aku dan kamu yang dipisahkan ribuan kilometer oleh daratan dan lautan.
Aku, Ayu, seorang gadis dari Yogyakarta yang jatuh cinta pada Alif, seorang mahasiswa asal Istanbul yang pernah bertukar pelajar di kampusku. Perjumpaan kami dimulai dari sebuah kebetulan, di bawah pohon flamboyan saat ia menolongku mengumpulkan lembaran skripsi yang tertiup angin.
"Ini milikmu, bukan?" tanyanya dengan logat Turki yang kental, namun suaranya terdengar hangat.
Aku tersenyum canggung, mengambil lembaran itu dari tangannya. "Terima kasih, kamu sangat membantu."
Sejak saat itu, kami mulai sering bertemu. Di kantin, di perpustakaan, bahkan dalam perjalanan pulang ke kosan. Entah bagaimana, langkahnya selalu beriringan denganku.
Namun, waktu memiliki caranya sendiri untuk memisahkan. Ketika masa pertukaran pelajarnya usai, Alif harus kembali ke Istanbul. Perpisahan itu terasa begitu cepat, seolah-olah kami baru saja memulai kisah yang belum sempat diukir.
Di bandara, ia menggenggam tanganku erat. "Ayu, aku tahu ini sulit. Tapi aku ingin kita terus berkomunikasi. Aku ingin kita menjaga apa yang sudah kita mulai."
Aku menatap matanya yang menyimpan begitu banyak kerinduan. "Aku juga ingin begitu, Alif. Tapi, apakah cinta bisa bertahan sejauh ini?"
Ia tersenyum tipis. "Langit yang sama akan selalu mengingatkan kita."
Setelah ia pergi, jarak mulai menjadi ujian terbesar kami. Setiap malam aku menatap bintang, bertanya-tanya apakah Alif juga melakukan hal yang sama di sana.
Pesan-pesan dari Alif sering kali menjadi penyelamat hariku.
"Ayu, apa kabar? Di sini musim dingin mulai terasa. Aku harap kamu tetap hangat di sana."
Aku tersenyum membaca pesannya. "Aku baik-baik saja, Alif. Di sini musim hujan, dan aku merindukan secangkir kopi hangat bersama kamu."
"Aku juga merindukanmu. Suatu hari nanti, aku ingin kita duduk di kafe kecil di Istanbul, berbagi cerita tentang semua yang kita lalui."
Waktu berlalu, dan meskipun jarak terus memisahkan, hati kami tetap bertaut. Kami saling menguatkan melalui panggilan video, pesan singkat, dan surat yang sesekali dikirim dengan aroma khas negara masing-masing.
Suatu hari, ketika aku berjalan di Malioboro, sebuah pesan masuk. "Ayu, aku ada kejutan untukmu."
"Apa itu?" balasku penasaran.
"Tunggulah di bawah pohon flamboyan tempat kita pertama kali bertemu."
Dengan jantung berdegup kencang, aku melangkah menuju pohon itu. Angin sore berhembus lembut, membelai wajahku yang dipenuhi rasa rindu.
Dan di sana, di bawah flamboyan, berdiri sosok yang begitu aku rindukan.
"Alif? Bagaimana bisa?"
Ia tersenyum, matanya bersinar hangat. "Aku tak bisa menunggu lebih lama untuk bertemu denganmu lagi. Aku ingin memastikan bahwa cinta ini nyata, meski jarak pernah menjadi tembok."
Aku mendekatinya, merasakan debaran yang telah lama tak kurasakan. "Kamu gila... tapi aku senang kamu ada di sini."
Alif menggenggam tanganku. "Ayu, aku ingin kita berjalan bersama, tak hanya di bawah langit yang sama, tapi juga di jalan yang sama."
Langit sore itu menjadi saksi bisu, menyimpan cerita cinta yang kembali menyatu, seakan jarak tak pernah ada.
"Cinta tidak mengenal batas. Seperti langit yang tak terhitung luasnya, ia menyatukan hati yang berjauhan."
Komentar
Posting Komentar