Cerita Pendek:Duri dalam Mawar

Gambar
  Ilusi gambar Cerita Pendek:Duri dalam Mawar  https://pixabay.com/id/photos/pasangan-matahari-terbenam-6562725/ Hujan mengguyur lebat malam itu, membasahi jalan setapak menuju rumah tua di pinggir kota. Lampu jalan yang remang-remang memantulkan bayangan pohon yang melambai seperti sosok-sosok hantu. Di dalam rumah itu, tiga jiwa terjerat dalam cinta yang gelap. Amara duduk di sofa ruang tamu, menatap cangkir teh di tangannya yang dingin. Hatinya berdenyut oleh kecamuk rasa bersalah dan kebencian. Di seberangnya, Reza berdiri sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding, rokok terselip di antara jari-jarinya. “Amara,” kata Reza dengan suara rendah. “Kamu harus memilih. Aku atau dia.” Amara mendongak, matanya yang kelam bertemu dengan tatapan tajam Reza. “Ini tidak semudah itu, Reza. Aku mencintai kalian berdua. Tapi...” Suaranya pecah, tertahan oleh air mata yang menggantung di kelopak matanya. Pintu depan berderit terbuka, dan langkah berat terdengar dari koridor. Arya muncu...

Cerita Pendek: Luka yang Terbuka

ilusi foto Cerita Pendek: Luka yang Terbuka
Ilusi foto Cerita Pendek: Luka yang Terbuka:https://pixabay.com/id/photos/cinta-pasangan-keluarga-kekasih-2055372/


Aku masih bisa merasakan kehangatan tubuhnya tadi malam, saat dia berbaring di sebelahku, napasnya teratur, dan wajahnya terlihat begitu damai. Namun, kedamaian yang ada di wajahnya tidak sama dengan yang aku rasakan dalam hatiku. Sudah berbulan-bulan aku merasakan ada yang berubah. Cinta kami tak lagi hangat seperti dulu; ada sesuatu yang tak kasat mata, tapi tajam seperti duri yang menusuk perlahan-lahan.


Namanya Hana. Wanita yang kucintai lebih dari diriku sendiri. Kami bersama hampir lima tahun, dan kupikir dia adalah segalanya bagiku. Tapi belakangan, ada jarak yang tak dapat kujelaskan. Percakapan kami semakin jarang, dan ketika dia bersamaku, matanya seperti menerawang ke dunia yang berbeda. Dia selalu mengatakan dia sibuk dengan pekerjaan, bertemu teman-teman, atau sekadar butuh waktu sendiri. Aku ingin percaya, sungguh. Tapi, ada dorongan kuat di dalam dadaku yang terus menanyakan, "Apa dia jujur?"


Tadi malam, rasa curiga yang membakar di pikiranku mencapai puncaknya. Aku tak bisa tidur. Perasaan itu, seperti ada sesuatu yang hendak meruntuhkan dinding kepercayaan yang telah susah payah kami bangun. Jadi, dengan hati berdebar dan tangan gemetar, aku mengambil ponselnya saat dia tertidur. Aku tahu ini salah, tapi aku butuh kebenaran. Aku membukanya.


Dan di situlah semuanya terbuka. Pesan-pesan singkat, namun penuh makna antara Hana dan seseorang bernama Rey. Panggilan sayang, rencana pertemuan diam-diam, dan kata-kata yang membuat jantungku seakan berhenti berdetak. Dadaku sesak, napasku terhenti. Tanganku gemetar saat membaca setiap pesan. Mereka sudah bertemu berulang kali di belakangku. Berkali-kali. Rasa sakit itu menyeruak dalam diriku, seperti pisau yang menusuk dan terus memutar di dalam hati.


Aku bangkit dari tempat tidur, berjalan ke dapur dengan langkah yang berat. Kucoba menarik napas panjang, namun semuanya terasa sia-sia. Rasa benci dan cinta bercampur menjadi satu, seperti racun yang perlahan meracuni pikiranku. Aku menatap pisau di atas meja dapur. Pikiran itu datang begitu cepat dan gelap, menelanku sebelum aku sempat menolaknya.


Namun, aku tak ingin berpikir bahwa itu jalan keluarnya. Aku mencintai Hana, meskipun dia telah menghancurkan hatiku. "Bicarakan dulu," kataku pada diriku sendiri, berusaha menenangkan kekacauan di dalam kepala. Aku kembali ke kamar. Hana masih tertidur, wajahnya masih seindah yang pernah aku kagumi. Tapi kini, wajah itu adalah wajah seorang pengkhianat.

 

Pagi tiba. Aku bangun lebih awal dari biasanya, masih teringat dengan apa yang kutemukan semalam. Rasa sakit itu seperti api yang tak kunjung padam. Ketika Hana membuka mata, dia tersenyum padaku seolah tidak ada yang terjadi.


"Sayang, kau bangun lebih awal," ucapnya lembut, tanpa tahu badai apa yang menanti.

"Hana," suaraku terdengar datar. "Kita harus bicara."

Dia melihat ke arahku, menyadari ada yang salah dalam nada bicaraku. "Apa yang terjadi?" tanyanya pelan.

Aku tak bisa menahan lagi. "Siapa Rey?"


Wajahnya pucat dalam sekejap. Aku melihat bagaimana matanya membelalak, kepanikan yang tak bisa disembunyikannya. Itu adalah pengakuan tanpa kata. Tubuhku serasa dirasuki oleh emosi yang tak terkendali. "Sudah berapa lama, Hana? Sudah berapa lama kau mengkhianati aku?"


Dia mencoba mendekat, meletakkan tangannya di lenganku, tapi aku mundur. "Aku bisa jelaskan..." suaranya bergetar.

"Tidak ada yang perlu dijelaskan," bentakku. "Aku sudah membaca semuanya."

Wajahnya menegang, air matanya mulai mengalir. "Aku minta maaf. Aku tak bermaksud menyakitimu..."

"Kau tidak bermaksud?" Aku menertawakan ucapannya, tapi itu adalah tawa yang penuh dengan kepedihan. "Lalu kenapa kau melakukannya?"


Hana terisak, wajahnya memerah, tetapi bagiku air matanya tidak berarti apa-apa lagi. Aku tidak ingin mendengarkan permintaannya. Rasa sakit itu terlalu dalam. Setiap kata yang keluar dari mulutnya adalah kebohongan. Setiap tetesan air matanya adalah penghinaan bagi hatiku.

Aku berjalan ke dapur, mengambil pisau yang kulihat semalam. Tanganku menggenggamnya erat, napasku berat, dan darahku mendidih. Ketika aku kembali ke ruang tamu, Hana berdiri di sana, memandangku dengan mata yang ketakutan.


"Fikri, jangan lakukan ini," suaranya serak. "Aku minta maaf. Kumohon..."

"Aku memberimu segalanya, Hana," kataku, suaraku parau oleh amarah yang tertahan. "Tapi kau... kau memilih menghancurkan semuanya."

Dia mundur perlahan, memeluk dirinya sendiri, matanya tak pernah lepas dari pisau di tanganku. "Kita bisa memperbaiki ini," katanya lemah. "Kita bisa bicara, mohon..."

Tapi sudah terlambat. Luka di hatiku terlalu dalam untuk disembuhkan oleh kata-kata. Tubuhku bergerak seakan di luar kendaliku, dan aku mengayunkan pisau itu ke arahnya.

Dia menjerit, tapi tidak cukup cepat untuk menghindar.

 

Komentar

  1. Cerita nya sangat menarik, menegangkan tapi kalimat terlalu klisešŸ¤£

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Pendek:Cinta Di Sepertiga Malam

Cerita Pendek Romantis:Jarak Yang Mematikan

Puisi:Dalam Hujan Aku Mengenangmu