MENOLAK KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI,MAHASISWA ATAU ANARKIS?
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Indonesia sebagai negara hukum menjunjung tinggi supremasi hukum dan konstitusi sebagai landasan utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, akhir-akhir ini, kita menyaksikan gelombang protes yang tidak hanya menguji keteguhan pemerintah, tetapi juga memunculkan pertanyaan fundamental: Di mana batas antara hak untuk menyuarakan pendapat dan kewajiban untuk mematuhi hukum?
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjadi kontroversi belakangan ini memicu reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat, terutama mahasiswa. Sebagai pilar intelektual bangsa, mahasiswa sering kali dianggap sebagai penggerak perubahan sosial dan politik. Namun, ketika protes yang mereka lakukan berujung pada tindakan anarkis dan perusakan fasilitas umum, pertanyaannya adalah: apakah mereka masih dalam kapasitas sebagai agen perubahan, atau telah bergeser menjadi ancaman bagi ketertiban umum?
Hak Demokrasi vs Kewajiban Hukum
Kebebasan berpendapat dan menyampaikan aspirasi di muka umum adalah hak asasi yang dijamin oleh konstitusi. Mahasiswa memiliki hak untuk menolak putusan MK jika mereka merasa keputusan tersebut tidak sesuai dengan aspirasi rakyat. Namun, hak tersebut tidak boleh digunakan sebagai justifikasi untuk tindakan yang melanggar hukum dan merugikan kepentingan umum.
Fasilitas umum adalah aset bersama yang seharusnya dilindungi dan dijaga, bukan dihancurkan sebagai simbol perlawanan. Ketika mahasiswa, yang seharusnya menjadi teladan dalam berpikir kritis dan rasional, justru memilih jalan kekerasan dan vandalisme, maka makna protes itu sendiri menjadi kabur. Apakah tujuan mereka adalah mencari keadilan, atau sekadar melampiaskan kemarahan?
Anarkisme Bukan Jawaban
Anarkisme, yang dalam konteks ini bisa diartikan sebagai tindakan destruktif tanpa aturan, jelas bukan jawaban atas ketidakpuasan terhadap putusan MK. Sejarah telah mengajarkan kita bahwa perubahan yang berkelanjutan tidak pernah lahir dari kekerasan, melainkan dari dialog yang konstruktif dan upaya untuk memperbaiki sistem dari dalam.
Dalam situasi seperti ini, mahasiswa harus menyadari bahwa mereka bukan hanya mewakili diri mereka sendiri, tetapi juga membawa nama besar institusi pendidikan dan generasi muda Indonesia. Tindakan mereka akan dilihat oleh masyarakat luas, dan jika mereka gagal menunjukkan kedewasaan dalam menyikapi perbedaan pendapat, maka mereka tidak akan mendapat simpati publik. Sebaliknya, mereka justru akan dicap sebagai perusak ketertiban yang tidak mampu memahami esensi dari perjuangan itu sendiri.
Pendidikan Sebagai Solusi
Sebagai agen perubahan, mahasiswa seharusnya menjadi bagian dari solusi, bukan masalah. Jika mereka tidak setuju dengan putusan MK, maka langkah yang lebih tepat adalah mengajak masyarakat untuk berdiskusi, mencari celah dalam sistem hukum yang dapat diperbaiki, atau bahkan mengajukan gugatan ulang jika memang ditemukan bukti baru yang kuat.
Pendidikan yang mereka dapatkan di bangku kuliah seharusnya digunakan untuk mempersiapkan argumen yang kuat, bukan batu atau molotov. Mereka harus mampu mengartikulasikan ketidakpuasan mereka dengan cara yang elegan dan beradab, bukan dengan cara yang merusak dan membahayakan.
Membangun Kesadaran Hukum
Indonesia adalah negara hukum, dan hukum harus dihormati oleh semua pihak, termasuk oleh mahasiswa. Ketidaksetujuan terhadap putusan MK harus disikapi dengan cara yang bermartabat, melalui jalur hukum yang telah disediakan. Mahasiswa harus menjadi teladan dalam menegakkan prinsip-prinsip hukum, bukan malah menodainya dengan tindakan yang melanggar hukum.
Protes yang damai dan tertib adalah bentuk perlawanan yang jauh lebih efektif dan bermakna dibandingkan dengan protes yang disertai dengan kekerasan. Ketika mahasiswa memilih untuk turun ke jalan dengan membawa spanduk dan menyuarakan pendapat mereka dengan damai, mereka tidak hanya menunjukkan ketidaksetujuan, tetapi juga rasa hormat terhadap sistem hukum yang ada.
Penutup
Mahasiswa memiliki peran penting dalam menjaga semangat demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia. Namun, peran ini harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Menolak putusan MK adalah hak mereka, tetapi merusak fasilitas umum adalah pelanggaran yang tidak dapat dibenarkan. Sebagai generasi penerus bangsa, mahasiswa harus menyadari bahwa perubahan yang sejati hanya dapat tercapai melalui cara-cara yang damai, konstruktif, dan menghormati hukum.
Anarkisme tidak akan pernah menjadi jawaban atas ketidakpuasan; sebaliknya, hanya akan menimbulkan masalah baru yang lebih besar. Mari kita dorong mahasiswa untuk menjadi agen perubahan yang sesungguhnya, yang mampu membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik melalui dialog, pendidikan, dan penghormatan terhadap hukum.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar