Cerita Pendek Jerat Cinta
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Ilusi photo by pexels.com
Aku
duduk di kursi ruang tamu, tanganku gemetar menggenggam gelas kopi yang hampir
tumpah. Di luar, hujan turun deras, menambah ketegangan dalam dadaku yang sudah
penuh sesak. Pandanganku terpaku pada foto di meja. Foto kami berdua, tersenyum
bahagia. Saat itu, dunia terasa milik kami berdua. Tapi, siapa sangka cinta
bisa berbelok menjadi sesuatu yang kelam dan mematikan?
"Kau
tampak gelisah, sayang,"suara Renata terdengar lembut dari balik
punggungku. Aku menoleh, melihatnya berdiri di ambang pintu, mengenakan gaun
putih yang membuatnya terlihat seperti malaikat. Tapi aku tahu lebih baik.
Renata bukanlah malaikat. Dia adalah iblis yang terbungkus dalam keindahan.
Aku
memaksakan senyum."Hanya sedikit lelah, itu saja,” jawabku, mencoba
menyembunyikan ketakutan yang mulai merambat di benakku. Tapi aku tahu, Renata
bisa membaca pikiranku. Dia selalu bisa.
Renata
mendekat, duduk di sampingku. Aku bisa merasakan dinginnya kehadirannya,
seperti bayangan yang menyelimutiku. "Kau tahu aku mencintaimu,
bukan?" bisiknya, jemarinya mengelus pipiku dengan lembut. Sentuhannya
membuat bulu kudukku meremang.
**"Tentu,
aku tahu,"** aku menjawab, meski suara hatiku berteriak sebaliknya. Aku
ingat pertama kali bertemu dengannya. Wajahnya yang cantik, senyumnya yang
manis, dan matanya yang tajam, semuanya menghipnotisku. Aku terjebak dalam
pesonanya, tanpa tahu apa yang menantiku di balik semua itu.
Waktu
berlalu, dan Renata semakin menunjukkan sisi gelapnya. Kecemburuan yang tak
masuk akal, amarah yang meledak tanpa sebab, hingga kontrol yang begitu kuat
atas hidupku. Aku tak lagi menjadi diriku sendiri, melainkan bayangan dari apa
yang diinginkan Renata.
Malam
itu, aku tak bisa lagi menahan semuanya. "Renata," aku memberanikan
diri, meski suaraku terdengar bergetar. **"Aku... aku ingin kita berhenti.
Hubungan ini sudah terlalu jauh."**
Matanya
yang indah itu berubah dingin seketika. "Berhenti? Maksudmu kita
berpisah?"tanyanya, nadanya datar tapi penuh ancaman.
Aku
mengangguk pelan, mencoba menahan napas. "Ya, Renata. Aku tidak bisa terus
seperti ini."
Dia
tertawa kecil, suara yang biasanya manis, kini terdengar menakutkan. "Kau
tahu, sayang. Tak ada yang bisa meninggalkanku. Tidak ada. Kau adalah milikku,
dan hanya aku yang bisa memutuskan kapan semuanya berakhir."
Detak
jantungku semakin cepat. Di hadapanku, Renata bukan lagi perempuan yang
kucintai. Dia berubah menjadi sosok yang asing, berbahaya, dan mengerikan. Aku
harus pergi dari sini, pikirku. Tapi bagaimana?
Renata
tiba-tiba berdiri, matanya menyala penuh kemarahan. "Kau pikir kau bisa
meninggalkanku begitu saja?!teriaknya, membuatku tersentak.
Aku
mundur, mencoba menjauh darinya. "Renata, tenanglah. Kita bisa bicara
baik-baik." Tapi kata-kataku sia-sia. Renata sudah terjebak dalam
kemarahannya.
"Kau
tak akan pernah bisa pergi!" suaranya melengking, dan sebelum aku bisa
bereaksi, dia menarik pisau dari balik gaunnya. Mata pisau itu berkilat di
bawah cahaya lampu, mencerminkan niat buruk di baliknya.
Aku
tak punya waktu untuk berpikir. Ketakutan menguasai diriku sepenuhnya. Aku
berlari menuju pintu, tapi Renata lebih cepat. Dia menabrakku dengan kekuatan
yang mengejutkan, membuatku jatuh terkapar di lantai.
Renata,
jangan!"Aku memohon, tapi dia tak menghiraukanku. Dalam sekejap, pisau itu
sudah terayun ke arahku. Aku berusaha menghindar, tapi terasa mustahil. Dalam
kegilaan itu, satu hal terlintas di benakku: jika aku tak melakukan sesuatu
sekarang, ini akan menjadi akhir bagiku.
Dengan
sisa tenaga yang kumiliki, aku meraih vas bunga di meja dan menghantamkannya ke
kepala Renata. Dentingan kaca pecah memenuhi ruangan, dan Renata jatuh
tersungkur. Napasku tersengal-sengal, tubuhku gemetar tak terkendali. Pisau itu
terlepas dari genggamannya, jatuh di lantai di antara kami.
Aku
menatap Renata yang terbaring tak bergerak. Apakah dia sudah mati? Aku tak
tahu. Yang kutahu hanyalah aku harus bertahan hidup. Dengan tangan gemetar, aku
meraih pisau itu, menyadari betapa berbahayanya keadaanku. Jika Renata masih
hidup, dia tak akan berhenti sampai dia membunuhku.
Perlahan,
aku mendekatinya, memastikan dia tak bergerak. Di saat itu, air mataku mulai
mengalir. Cinta yang pernah kami miliki, kini berubah menjadi darah yang
mengalir di antara kami. Dengan keputusan yang terpaksa, aku menusukkan pisau
itu ke dadanya, memastikan dia tak akan bangun lagi.
Hening.
Hanya ada suara hujan di luar dan detak jantungku yang memekakkan telinga. Aku
berdiri, darah menetes dari tanganku yang gemetar. Semua sudah berakhir. Cinta
yang dulu indah, kini hanya menyisakan kehancuran dan kematian. Aku tak pernah
menyangka akan berakhir seperti ini.
Aku
berjalan keluar rumah, meninggalkan semuanya di belakangku. Cinta telah membawa
kita ke titik ini, tapi akhirnya, hanya kematian yang tersisa.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar